RESOLUSI 2017
IS
A WISH YOUR HEART
MAKES
“IT’S
A BRAND NEW DAY.. HAPPY NEW YEAR 2017, FELLAS.. CHEER UP FOR THE BETTER FUTURE", Kira-Kira beginilah messages yang saya dapat dari teman-teman saya. Well, banyak
orang-orang yang menganggap Tahun Baru sama artinya dengan harapan baru dan
impian baru. Tapi buat saya, Tahun Baru adalah menjaga harapan hati untuk
menjadi sebuah garis kehidupan. Duh, berat sekali bahasanya. hahahaha. Jujur
sih awal-awal SMA saya suka buat keinginan di kertas kecil warna warni lalu
saya masukkan di jar/toples kecil. Atau saya tulis harapan di kertas trus
dimasukin dibotol lalu dibuang kelaut ala-ala film gitu deh. hahahaha. Tujuannya
apa sih? Ya tak lain dan tak bukan adalah mengisi pikiran dengan keyakinan yang
positif dan baik. Bisa terkabul bisa juga tidak. Ya, God’s way apalagi kan. J
Bicara tentang Tahun Baru,
orang-orang kemudian beramai-ramai menuliskan tentang harapan-harapan serta
keinginan yang belum tercapai di tahun lalu atau nge-trend-nya : RESOLUSI. Bicara
soal resolusi, saya termasuk orang yang suka nulis resolusi tapi yah cuma buat have fun aja hahahaha. Tapi tahun 2017
ini nampaknya akan sangat berbeda. Resolusi yang selalu saya inginkan adalah
mendapat WAKTU dan KESEMPATAN untuk bisa melanjutkan pendidikan Magister sesuai
dengan passion saya sewaktu kuliah
atau dibidang Psikologi dalam pengembangan sumber daya manusia yang dapat masuk
kedalam ilmu sosial, politik dan ilmu-ilmu serapan yang lainnya. Karena kalau
sudah bekerja, waktu, tenaga dan pikiran semua terfokus pada apa yang sudah
dibebankan atau diamanatkan kepada kita. Saya bisa dikatakan, nyemplung dengan bebas
dari anak politik ditempatkan di bagian keuangan. Tentu sulit dan roaming ya
dengan keuangan, tapi dengan tekad untuk terus belajar dan displin serta
loyalitas pada negara, ya Alhamdulillah bisa hehehe. Kata-kata saya udah bisa
kan dikatakan sebagai abdi negara yang loyal? hihihihi..
Selain resolusi kuliah
magister, sebenarnya sih saya kepengen mewujudkan resolusi mama saya
hahahahaha. “Dek, pacarnya siapa? punya pacar gih, mama udah kasih ijin.”,
(tercengang) “yah ma.. belum ada, eh ada sih yang naksir, yang deketin juga ada
disini. Tapi belum ada yang sreg.”, jawab saya polos. Mama langsung deh bilang,
“Masa iya harus sama Lee Min Hoo baru kamu sreg”. Duwerrrrrrr…. “Bukan ma, tapi
Saya ini baru merasa
bebas ngeliat cowok ganteng, karena baru ngerasa gak bersalah liat-liat cowok
dan bisa bilang, wih ini ganteng itu ganteng ini baik itu baik daripada dia, baru
bisa gitu ngebandingin, gitu, jadi lagi me time sama keadaan ini intinya sih
baru bisa melihat lelaki-lelaki disekitar yang sebelumnya saya buta sama satu
laki-laki dari jaman itu mama, emang
lagi mencari yang serius”. J
Akhirnya mama pun mengeluarkan resolusi punya pacar di tahun 2017. Saya
ndomblong. Ya baiklah memang sudah masanya dan saya gak bisa egois untuk bilang
masih mikir karir, mau lanjut S2, mau beli mobil, kredit rumah dan lain
sebagainya. hahahaha banyak amat kapan kawinnya hahaha J
Semakin kesini tentu
keegoisan kita menurun dan lebih memikirkan kebahagiaan orang tua kita, saya
sempet mikir terima aja kalau mau dijodohin, habis asal saya yang milih kok
sakit hati terus. Kalau mama, gak suka jodohin, kalau papa suka jodohin sih
tapi huuw…. kok di kampung halaman ayah saya, perjodohon dinilai berdasarkan
garis keturunan keluarga, bukan dari seberapa baik agama si calon menantu atau
masih ada hubungan keluarga. Supaya darah keturunan Ningrat dkk masih terjaga.
Tidak melaksanakan apa yang diperintahkan olehNya itu urusan belakangan yang
penting keturunannya. Saya tertohok dan mundur perlahan dari niat anak baik tersebut. Disini memang seperti di Bali, masih
menggunakan kasta (Atas, Menengah dan Bawah). Sebaik apapun agamamu, prestasi
sekolahmu, karirmu, ataupun hartamu kalau bukan dari kelas Ningrat/Bangsawan.
Ya, lamaran susah untuk didapatkan. Jadi, disini baru mau PDKT aja udah harus
lapor diri sama Ayah, saya suka sama si ini, marga (family name) ini, apa boleh? kalau kelasnya sama boleh, tapi kalau
tidak se-kasta dan kamu menikah dengannya, ya siap-siap dijauhi keluarga besar,
pahit-pahitnya, dihapus dari silsilah keluarga plus penerima warisan. Life
gets hard and looks unfair ya. But
wait a minute, ada solusinya, menikah dengan orang luar daerah, kasta tidak
berlaku. Jadi main aman saja, menikah dengan orang dari luar, mau Jawa, Sunda, Bugis,
Melayu, atau Bahkan WNA gak apa-apa deh, daripada ribet urusannya. Yakan?
Jadi, resolusi 2017 adalah
berdoa dan rajin sholawat : Kuliah S2 di Australia (Melbourne/Sydney) dengan konsentrasi
yang sudah diincar dari sejak saya lulus S1 dan mendapatkan teman hidup. Soal
pekerjaan dan uang, saya pikir bisa didapatkan dengan etos kerja yang baik.
Resolusinya simple tapi gak simple tapi bukannya tidak mungkin. Jika harapan ada,
maka keyakinan selalu lahir dibelakangnya, bagai bayi kembar yang mampu membuat
orang tuanya merasa bahagia dan mampu bertahan bila hidup terasa berat. Niat
baik insyallah ada saja jalan untuk mencapainya, Bismillah.. Allahumma Sholi Ala Sayidina Muhammad Wa Ala Ali Sayidina
Muhammad.. Keep on Believing, Keep in
Being You.. J