Saturday, November 14, 2015

 SURYA & SENDU MENAWAN

Diantara Keduanya Terselip Rindu





Daun yang membusuk dipinggir sungai itu menengadah ke Pohon Jambu yang dulu melahirkannya, ia merindukannya, mengulur rindu dalam terpaan gerimis, lirih mendendangkan nyanyian kenangan yang mengibas waktu. 


“selamat tinggal kemarau, selamat tinggal kemilau surya, aku merelakanmu.”



Musim berganti masa, menurut Titah Kuasa. Kini, langit memayungi kita, membatasi harumnya surya. “Inilah saatnya”, seru Sang Pencipta, “Mulailah kembali siklus cinta abadi disini, disana, dimana saja kau temukan aliran sungai, disitulah kisah cinta terpatri abadi.”



  “Selamat datang hujan, selamat datang si sendu menawan, aku merindukanmu.”

***


Hallo Musim Sendu Menawan J

Melihat indahmu mampu membuat seorang perempuan biasa sepertiku menguntai kata hanya untuk Hujan di Bulan November.

Ah, tentu tidak,

Aku ingin mengubahnya menjadi Lovember, tentu saja karena bulan ini merupakan bulan siklus cinta abadi. Jika kau tak paham, lihatlah aliran Sungai Bengawan Solo. Tentu saja tak hanya Sungai Bengawan Solo, kau dapat menjumpai siklus cinta abadi di semua aliran sungai yang ada dikotamu. Siklus ini, menurutku, lebih abadi daripada gombalan manusia yang dapat terputus oleh jarak, ruang dan waktu.

Cinta, cinta adalah saat kau selalu datang meski harus jatuh berkali-kali, namun kau tetap datang. Mengulang dan terus mengulang hanya untuk menemuinya. Begitulah hujan kepada bumi dalam aliran sungai abadi.


Dan jangan pula kau membenci cahaya yang merentangkan sayapnya hingga kau merasa kepanasan. Kemarau berjalan menggenggam si kering, membawa bayang-bayang akan bencana yang akan datang tanpa kau minta. Takut itu lumrah, namun kemarau hanya mengajarkanmu akan cinta yang tetap menari meski tanpa melodi.


Karena dia mengartikan musimnya sebagai lukisan kehidupan untuk mati kemudian. Melukis hijau dengan cara yang berbeda tanpa pernah mengubah rasa. Inilah caraku mencintainya, kata kemarau.  Bahwa cinta adalah perbuatan bukan perkataan apalagi omong kosong belaka.


"inilah analogi seorang sepertiku tentang cinta yang tak pernah kehilangan maknanya , tentang cinta yang tak bisa kau pahami, dan tentang rindu yang tetap sejati meski tak terucap . . . "

No comments:

Post a Comment